Menyongsong Indonesia Emas 2045, Indonesia telah menghadapi bonus demografi sejak tahun 2015. Puncak periode ini diperkirakan terjadi pada 2020-2035, di mana 60% dari 270 juta warga Indonesia berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Hal ini menyebabkan penurunan persentase penduduk usia 0-14 tahun dan rasio ketergantungan.
Seperti banyak negara berkembang lainnya, Indonesia saat ini berada dalam periode bonus demografi yang memiliki potensi besar. Namun, dampaknya belum sepenuhnya dirasakan karena ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah pengangguran, khususnya di kalangan pemuda.
Pengangguran tetap menjadi masalah serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di kalangan pemuda, menimbulkan risiko stabilitas sosial dan menghambat potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih luas. Masalah ini terjadi karena ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja dan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Meningkatnya pengangguran di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: pertumbuhan ekonomi yang lambat, ketidaksesuaian keterampilan, struktur ekonomi yang tidak seimbang, kesenjangan regional, ketidakpastian ekonomi dan regulasi, keterbatasan infrastruktur, dan pertumbuhan penduduk yang cepat.
Selain faktor-faktor tersebut, masih banyak faktor lain yang menyebabkan tingginya pengangguran di Indonesia. Misalnya, spesifikasi khusus bagi pelamar yang semakin ketat dalam perusahaan, jumlah lapangan pekerjaan yang dibuka jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan penggunaan orang dalam alias ‘ordal’ dalam proses rekrutmen.
Data Sakernas bulan Agustus 2007 mengungkapkan bahwa delapan dari sepuluh pencari kerja menghubungi orang-orang terdekat untuk mencari peluang kerja. Selang 15 tahun kemudian atau 2022, jumlahnya meningkat menjadi sembilan dari sepuluh pencari kerja. Selain penggunaan ‘ordal’, masih banyak lagi proses rekrutmen yang kurang fair dalam dunia kerja, seperti diskriminasi, penyuapan, nepotisme, dan lainnya.
Bagi sebagian besar mereka yang berhasil mendapatkan peluang kerja tanpa melalui prosedur yang baik atau yang dibantu dalam kelulusan, hal ini mungkin memudahkan mereka dalam proses rekrutmen. Namun, bagaimana dengan mereka yang sudah berjuang mati-matian dan dengan susah payah mengusahakan segala cara untuk mendapatkan pekerjaan?
Banyaknya pelamar kerja dan sedikitnya lapangan pekerjaan, ditambah dengan prosedur kerja yang semakin sulit atau faktor lain yang mempersulit para pencari kerja, menyebabkan Indonesia mengalami masalah pengangguran yang terus berlanjut. Sehingga, terjadinya bonus demografi justru meningkatkan ledakan pengangguran di Indonesia.
Penulis Oleh: Ashyfa Aulia Diniar (Mahasiswi Universitas Pamulang)