Pengaruh Mikroplastik Dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
Dalam beberapa dekade terakhir, keberadaan mikroplastik telah menjadi ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik adalah partikel kecil yang berasal dari pecahan plastik atau produk sintetis, yang tersebar luas di lingkungan melalui makanan, minuman, udara, bahkan air. Fenomena ini berpotensi memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), secara tidak langsung melalui dampaknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Karena mikroplastik menjadi salah satu bahan dalam pembuatan produk komersial tersebut, keberadaan partikel mikroplastik pun tersebar setiap hari. Hal ini terjadi karena partikel-partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm terlepas selama proses produksi atau saat produk digunakan. Mikroplastik yang terlepas saat proses produksi dapat larut ke dalam air atau terbawa oleh udara, yang nantinya akan terus menumpuk. Akumulasi ini semakin meningkat karena mikroplastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.
Dampak Mikroplastik Terhadap Kesehatan Manusia
Mikroplastik dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia melalui berbagai jalur, seperti makanan laut, air minum, atau udara yang terkontaminasi. Studi menunjukkan bahwa manusia dapat mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan, yang setara dengan ukuran kartu kredit. Mikroplastik diketahui mengganggu sistem pencernaan, endokrin, dan kekebalan tubuh. Beberapa jenis mikroplastik bahkan mengandung bahan kimia berbahaya seperti BPA dan ftalat, yang dapat menyebabkan gangguan hormon, obesitas, hingga risiko kanker. Gangguan kesehatan akibat mikroplastik ini dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat, yang pada akhirnya memengaruhi harapan hidup—salah satu indikator utama dalam IPM. Selain itu, paparan mikroplastik dapat berdampak pada sistem saraf dan kognitif, terutama pada anak-anak, sehingga berpotensi menghambat akses mereka terhadap pendidikan yang optimal.
Mikroplastik dan Dampaknya Terhadap IPM di Indonesia
Di Indonesia, IPM terus meningkat, dari 71,94 pada tahun 2020 menjadi 74,39 pada tahun 2023. Namun, disparitas antarwilayah masih terjadi, terutama di daerah yang tingkat pengelolaan limbahnya rendah. Mikroplastik yang mencemari lingkungan berkontribusi pada kerusakan ekosistem dan biaya kesehatan tambahan bagi masyarakat. Kondisi ini memperlambat pertumbuhan dimensi standar hidup layak yang menjadi pilar IPM. Pengelolaan limbah plastik yang buruk, seperti pembuangan terbuka, juga meningkatkan risiko kontaminasi mikroplastik di lingkungan. Di kawasan pesisir yang bergantung pada sumber daya laut, pencemaran mikroplastik dapat menurunkan hasil tangkapan ikan, yang berujung pada kerugian ekonomi dan meningkatnya angka kemiskinan.
Upaya untuk Mengurangi Dampak Mikroplastik
Untuk meminimalkan dampak mikroplastik terhadap IPM, diperlukan pendekatan holistik. Pertama, pengelolaan limbah plastik harus diperbaiki melalui daur ulang yang efektif dan penerapan kebijakan pengurangan plastik sekali pakai. Kedua, masyarakat perlu diedukasi tentang bahaya mikroplastik dan cara mengurangi paparan, seperti memilih produk ramah lingkungan. Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang mikroplastik terhadap kesehatan manusia.
Peningkatan kesadaran dan kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk mengurangi dampak mikroplastik. Dengan langkah ini, Indonesia dapat memastikan peningkatan IPM yang berkelanjutan, selaras dengan target pembangunan manusia yang lebih sehat dan produktif.
Sumber
– BPSI (Badan Pusat Statistik Indonesia)
– Plastic Smart Cities
Penulis
Meisya Amelia Nur Andini
Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah, Universitas Pamulang