Tangerang – Dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 2.000 per siswa dengan alasan infaq dan sodaqoh mencuat di Kota Tangerang. Program ini diduga melibatkan Dinas Pendidikan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.
Dana yang dikumpulkan tersebut rencananya akan digunakan untuk umroh guru, renovasi mushola, serta kebutuhan sekolah lainnya.
Program pengumpulan dana ini ditargetkan diterapkan di seluruh sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Tangerang.
Namun, di tengah kondisi ekonomi yang sulit, rencana ini mendapat respons negatif dari beberapa pihak. Sejumlah sekolah menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut dan melaporkannya kepada anggota DPRD Kota Tangerang.
Sosialisasi program ini telah dilakukan kepada para kepala sekolah, dan dijadwalkan pungutan akan dimulai pada Oktober mendatang.
Meski demikian, keberatan dari beberapa pihak mendorong munculnya perdebatan di kalangan masyarakat dan pemerintahan.
Saiful Milah, anggota DPRD Kota Tangerang, memberikan tanggapannya terhadap program yang disebut “islah” ini.
Ia menilai bahwa program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan tidak pernah dibahas dengan DPRD.
“Sebagai perwakilan rakyat, saya mempertanyakan tujuan dari program islah ini. Mengapa tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pihak terkait?” ujar Saiful.
Selain itu, Saiful menekankan bahwa berbagai program bantuan untuk siswa kurang mampu, seperti Tangcer, Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sudah ada.
“Apakah pungutan infaq ini benar-benar diperlukan ketika sudah ada program pemerintah untuk membantu siswa yang membutuhkan?” tambahnya.
Kontroversi terkait pungutan ini mengundang perhatian publik, dan diharapkan adanya investigasi lebih lanjut agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat serta memastikan transparansi dalam pelaksanaannya.
“Jangan dilihat dari nilai 2000 nya jika dikalikan sekian ribu orang dalam satu bulan bisa mencapai satu miliar kurang lebih,” tutup Saiful Milah