K-Pop atau Korean Pop menjadi fenomena global di era sekarang, terutama di Genarasi Z. Generasi Z lahir antara pertengahan 1990-an dan awal 2010-an, Generasi ini tumbuh dalam era digital yang terhubung dan terpapar oleh berbagai pengaruh budaya, merangkul K-Pop sebagai bagian dari kehidupan mereka. Budaya Korean Pop ini telah menembus batas-batas negara, menciptakan penggemar setia di seluruh dunia.
K-Pop bukan hanya sebatas hiburan, tetapi juga sarana untuk mengekspresikan diri, dan menemukan identitas. K-Pop telah membawa banyak kegembiraan dan kesenangan bagi Generasi Z, sudah banyak boy group dan girl group asal Korea yang terkenal di Indonesia contohnya seperti BTS, Enhypen, NCT, TXT, Red Velvet, Twice, Blackpink, Aespa. Mereka juga mengadakan konser di Indonesia untuk menghibur penggemar di Indonesia. K-Pop telah menjadi model bisnis yang sukses, dengan agensi-agensi seperti SM Entertainment, YG Entertainment, dan HYBE Entertainment menjadi pusat kekuatan dalam industri. Para idola K-pop tidak hanya dilihat sebagai penyanyi atau penari, tetapi juga sebagai panutan dan model peran.
Melalui K-Pop mereka menemukan teman sebaya di seluruh dunia, berbagi minat yang sama. Generasi Z yang hidup di jaman era digital ini semakin mengikuti budaya budaya dari Korean Pop. Bahkan Kecantikan K-Pop idol menjadi inspirasi kecantikan di era sekarang.
Namun di sisi lain, ada pro dan kontra terkait dengan popularitas K-Pop di kalangan Generasi Z. Di satu sisi, K-Pop telah membuka pintu bagi pemahaman lintas budaya dan toleransi. Generasi Z sering kali mempelajari bahasa Korea karena menonton drama Korea, memahami budaya Korea, dan bahkan menjalin persahabatan dengan penggemar dari belahan dunia lain.
Kekhawatiran dari dampak Korean Pop yang berlebih terhadap budaya lokal, beberapa kritikus menganggap bahwa popularitas K-Pop dapat mengganti warisan budaya lokal di Indonesia dan menggantikannya dengan budaya di Korea. Misalnya, seperti musik, makanan, tarian. Mereka lebih memilih kuliner, mendengarkan musik dan menari, yang terdapat unsur dari korea. Mengkhawatirkan bahwa fokus yang berlebihan pada K-Pop dapat menyebabkan penggemar mengalami kecanduan, menghabiskan terlalu banyak waktu dan uang untuk mendukung idola mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengambil pendekatan yang seimbang terhadap fenomena global ini.
Banyak dari penggemar di segala kalangan rela antri dan menunggu berjam-jam di depan ponsel dan laptop untuk mendapatkan tiket konser idola mereka. Penggemar dari K-Pop bukan hanya Generasi Z saja, para penggemar K-Pop idol di sebut dengan istilah Kpopers, adapun hal lain yang menjadi budaya di kalangan Kpopers yaitu membeli merchandise seperti album, photocard, lightstick.
Salah satu faktor utama pengaruh maraknya K-Pop di Indonesia adalah media sosial. Di era teknologi yang canggih ini para penggemar juga dapat mengetahui bagaimana keseharian para idola di luar sana, karena adanya platform seperti YouTube, Instagram, Twitter dan TikTok. Para penggemar K-Pop di Indonesia dapat mudah mengakses MV (music video), serta berinteraksi dengan idola mereka. Dengan pola pikir yang terbuka dan toleransi yang tinggi terhadap berbagai identitas, generasi Z merasa terhubung dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh para artis K-pop.
K-Pop telah menjadi kekuatan budaya yang signifikan bagi Generasi sekarang, meskipun ada tantangan dan kontroversi yang terkait dengan fenomena ini, tidak dapat dipungkiri bahwa K-Pop telah membawa dampak yang kuat dan mendalam pada generasi muda saat ini. Tidak hanya menjadi fenomena musik, tetapi juga merupakan kekuatan budaya yang menghubungkan generasi Z di seluruh dunia. Dengan terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman, K-pop terus memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan budaya generasi Z.
Walau menyukai Korean Pop, sebagai Generasi Z atau generasi yang akan datang harus bisa membatas dan harus mencintai produk di lokal di Indonesia karena banyak sekali budaya budaya dari Indonesia yang tidak kalah hebat dengan budaya Korean Pop, dan jadikan K-Pop hanya sebatas hiburan saja.
Penulis: Elsya Pranajaya (Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Komunikasi Unpam)